Baca Juga
Kerap kita temui pengemis jadi - jadian di kota - kota dan juga kerap pula mereka terserang razia satpol pp. sehabis ditilik nyatanya pengemis tersebut memilik duit jutaan dan juga terlebih lagi mempunyai peninggalan sampai puluhan juta rupiah di kampung tamannya.
apakah kita diperbolehkan berikan sedekah kepada pengemis yang pura - pura miskin? berikut ini penjelasannya, dilengkapi dengan dalil al - qur’an dan juga hadits nabi.
hukumi seorang setimpal lahiriyah
ingatlah kita cuma memiliki tugas menghukumi seorang setimpal lahiriyah yang kita amati, karna tidak dapat menerawang isi hatinya. pelajaran ini dapat kita ambil dari cerita usamah bin zaid berikut ini.
usamah bin zaid radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammengutus kami ke wilayah huraqah dari suku juhainah, setelah itu kami serbu mereka secara seketika pada pagi hari di tempat air mereka.
aku dan juga seorang dari kalangan anshar berjumpa dengan seseorang lelakui dari kalangan mereka. sehabis kami dekat dengannya, dia kemudian mengucapkan laa ilaha illallah. orang dari teman anshar menahan diri dari membunuhnya, sebaliknya saya menusuknya dengan tombakku sampai buatnya terbunuh.
sesampainya di madinah, kejadian itu didengar oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. setelah itu dia bertanya padaku,
« يَا أُسَامَةُ أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ » قُلْتُ كَانَ مُتَعَوِّذًا. فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنِّى لَمْ أَكُنْ أَسْلَمْتُ قَبْلَ ذَلِكَ الْيَوْمِ
“hai usamah, apakah kalian membunuhnya sehabis dia mengucapkan laa ilaha illallah? ” aku mengatakan, “wahai rasulullah, sesungguhnya orang itu cuma mau mencari proteksi diri aja, sebaliknya hatinya tidak meyakini perihal itu. ” dia bersabda lagi, “apakah engkau membunuhnya sehabis dia mengucapkan laa ilaha illallah? ” perkataan itu terus menerus diulang oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai aku mengharapkan kalau aku belum masuk islam saat sebelum hari itu. ” (hr. bukhari nomor. 4269 dan juga muslim nomor. 96)
dalam riwayat muslim disebutkan, kemudian rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَقَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَقَتَلْتَهُ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّمَا قَالَهَا خَوْفًا مِنَ السِّلاَحِ. قَالَ أَفَلاَ شَقَقْتَ عَنْ قَلْبِهِ حَتَّى تَعْلَمَ أَقَالَهَا أَمْ لاَ فَمَازَالَ يُكَرِّرُهَا عَلَىَّ حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنِّى أَسْلَمْتُ يَوْمَئِذٍ
“bukankah dia telah mengucapkan laa ilaha illallah, kenapa engkau membunuhnya? ” aku menanggapi, “wahai rasulullah, dia mengucapkan itu sekedar karna cemas dari senjata. ” dia bersabda, “mengapa engkau tidak belah aja hatinya sampai engkau mampu mengenali, apakah dia mengucapkannya karna cemas aja ataupun tidak? ” dia mengulang - ngulang perkataan tersebut sampai saya berharap seandainya saya masuk islam hari itu aja. ”
kala mengatakan hadits di atas, imam nawawi menarangkan kalau iktikad dari kalimat: “mengapa engkau tidak belah aja hatinya sampai engkau mampu mengenali, apakah dia mengucapkannya karna cemas aja ataupun tidak? ”
merupakan kita cuma dibebani dengan menyikapi seorang dari lahiriyahnya dan juga suatu yang keluar dari lisannya. sebaliknya hati, itu bukan urusan kita. kita tidak memiliki keahlian menghitung isi hati. cukup nilailah seorang dari lisannya aja (lahiriyah aja). jangan tuntut yang lain. amati syarh shahih muslim, 2: 90 - 91.
tiap orang hendak diganjar setimpal yang dia niatkan
coba ambil pelajaran dari hadits berikut.
dari abu yazid ma’an bin yazid bin al - akhnas radhiyallahu ‘anhum, - ia, bapak dan juga kakeknya tercantum teman nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam - , di mana ma’an mengatakan kalau bapaknya ialah yazid sempat keluarkan sebagian dinar buat niatan sedekah. bapaknya meletakkan duit tersebut di sisi seorang yang terdapat di masjid (artinya: bapaknya mewakilkan sedekah tadi para orang yang terdapat di masjid, - pen). lalu ma’an juga mengambil duit tadi, kemudian dia menemui bapaknya dengan bawa duit dinar tersebut. setelah itu bapak ma’an (yazid) mengatakan, “sedekah itu sesungguhnya bukan kutujukan padamu. ” ma’an juga mengadukan permasalahan tersebut kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. kemudian dia shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَكَ مَا نَوَيْتَ يَا يَزِيدُ ، وَلَكَ مَا أَخَذْتَ يَا مَعْنُ
“engkau dapati apa yang engkau niatkan wahai yazid. sebaliknya, wahai ma’an, engkau boleh mengambil apa yang engkau dapati. ” (hr. bukhari nomor. 1422)
dari hadits ini, ibnu hajar al - asqalani mengatakan, “orang yang bersedekah hendak dicatat pahala setimpal yang dia niatkan baik yang dia beri sedekah secara lahiriyah pantas menerimanya ataukah tidak. ” (fath al - bari, 3: 292)
perihal di atas setimpal pula dengan hadits umar, rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى
“dan tiap orang hendak memperoleh apa yang dia niatkan. ” (hr. bukhari nomor. 1 dan juga muslim nomor. 1907)
misal, terdapat pengemis yang mengetok pintu rumah kita, apakah kita memberinya sedekah ataukah tidak? sementara itu terlihat secara lahiriyah, ia miskin. jawabannya, senantiasa diberi.
bahwa juga kita galat karna di balik itu, dapat jadi dia merupakan orang yang kaya raya, senantiasa allah catat hasrat kita buat bersedekah. sebaliknya dia memperoleh dosa karna menggunakan harta yang sesungguhnya tidak pantas dia terima.
begitu pula bahwa terdapat yang menawarkan proposal pembangunan masjid. secara lahiriyah ataupun zhahir yang terlihat, kita ketahui yang sodorkan proposal benar betul - betul perlu.
kemudian kita bagikan dorongan. gimana bahwa dana yang diserahkan disalahgunakan? apakah kita senantiasa mampu pahala? jawabannya, kita memperoleh pahala setimpal niatan baik kita. sebaliknya yang menyalahgunakan, dialah yang memperoleh dosa.
subhanallah… mulia sekali syariat islam ini.
jangan manjakan pengemis dan juga pengamen jalanan
kami cuma nasehatkan jangan manjakan pengemis terlebih pengemis yang malas bekerja serupa yang berposisi di pinggiran jalur. terlebih dengan mengamen, melantunkan nyanyian musik yang haram buat didengar.
mayoritas mereka malah tidak jelas agamanya, shalat pula tidak. begitu pula sedikit yang ingin atensi pada puasa ramadhan yang harus.
carilah orang yang shalih yang lebih berhak buat diberi, ialah orang yang miskin yang sudah berupaya bekerja tetapi tidak memperoleh pemasukan yang memadai kebutuhan keluarganya.
dari abu hurairah, dia mengatakan, nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْمِسْكِينُ الَّذِى تَرُدُّهُ الأُكْلَةُ وَالأُكْلَتَانِ ، وَلَكِنِ الْمِسْكِينُ الَّذِى لَيْسَ لَهُ غِنًى وَيَسْتَحْيِى أَوْ لاَ يَسْأَلُ النَّاسَ إِلْحَافًا
“namanya miskin tidaklah orang yang tidak menolak satu ataupun 2 suap santapan. hendak namun miskin merupakan orang yang tidak memiliki kecukupan, lalu dia juga malu ataupun tidak memohon dengan trik menekan. ” (hr. bukhari nomor. 1476)
wallahu waliyyut taufiq. cuma allah yang berikan taufik.
penulis: muhammad abduh tuasikal
( sumber: rumaysho. com )
apakah kita diperbolehkan berikan sedekah kepada pengemis yang pura - pura miskin? berikut ini penjelasannya, dilengkapi dengan dalil al - qur’an dan juga hadits nabi.
hukumi seorang setimpal lahiriyah
ingatlah kita cuma memiliki tugas menghukumi seorang setimpal lahiriyah yang kita amati, karna tidak dapat menerawang isi hatinya. pelajaran ini dapat kita ambil dari cerita usamah bin zaid berikut ini.
usamah bin zaid radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammengutus kami ke wilayah huraqah dari suku juhainah, setelah itu kami serbu mereka secara seketika pada pagi hari di tempat air mereka.
aku dan juga seorang dari kalangan anshar berjumpa dengan seseorang lelakui dari kalangan mereka. sehabis kami dekat dengannya, dia kemudian mengucapkan laa ilaha illallah. orang dari teman anshar menahan diri dari membunuhnya, sebaliknya saya menusuknya dengan tombakku sampai buatnya terbunuh.
sesampainya di madinah, kejadian itu didengar oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. setelah itu dia bertanya padaku,
« يَا أُسَامَةُ أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ » قُلْتُ كَانَ مُتَعَوِّذًا. فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنِّى لَمْ أَكُنْ أَسْلَمْتُ قَبْلَ ذَلِكَ الْيَوْمِ
“hai usamah, apakah kalian membunuhnya sehabis dia mengucapkan laa ilaha illallah? ” aku mengatakan, “wahai rasulullah, sesungguhnya orang itu cuma mau mencari proteksi diri aja, sebaliknya hatinya tidak meyakini perihal itu. ” dia bersabda lagi, “apakah engkau membunuhnya sehabis dia mengucapkan laa ilaha illallah? ” perkataan itu terus menerus diulang oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai aku mengharapkan kalau aku belum masuk islam saat sebelum hari itu. ” (hr. bukhari nomor. 4269 dan juga muslim nomor. 96)
dalam riwayat muslim disebutkan, kemudian rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَقَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَقَتَلْتَهُ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّمَا قَالَهَا خَوْفًا مِنَ السِّلاَحِ. قَالَ أَفَلاَ شَقَقْتَ عَنْ قَلْبِهِ حَتَّى تَعْلَمَ أَقَالَهَا أَمْ لاَ فَمَازَالَ يُكَرِّرُهَا عَلَىَّ حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنِّى أَسْلَمْتُ يَوْمَئِذٍ
“bukankah dia telah mengucapkan laa ilaha illallah, kenapa engkau membunuhnya? ” aku menanggapi, “wahai rasulullah, dia mengucapkan itu sekedar karna cemas dari senjata. ” dia bersabda, “mengapa engkau tidak belah aja hatinya sampai engkau mampu mengenali, apakah dia mengucapkannya karna cemas aja ataupun tidak? ” dia mengulang - ngulang perkataan tersebut sampai saya berharap seandainya saya masuk islam hari itu aja. ”
kala mengatakan hadits di atas, imam nawawi menarangkan kalau iktikad dari kalimat: “mengapa engkau tidak belah aja hatinya sampai engkau mampu mengenali, apakah dia mengucapkannya karna cemas aja ataupun tidak? ”
merupakan kita cuma dibebani dengan menyikapi seorang dari lahiriyahnya dan juga suatu yang keluar dari lisannya. sebaliknya hati, itu bukan urusan kita. kita tidak memiliki keahlian menghitung isi hati. cukup nilailah seorang dari lisannya aja (lahiriyah aja). jangan tuntut yang lain. amati syarh shahih muslim, 2: 90 - 91.
tiap orang hendak diganjar setimpal yang dia niatkan
coba ambil pelajaran dari hadits berikut.
dari abu yazid ma’an bin yazid bin al - akhnas radhiyallahu ‘anhum, - ia, bapak dan juga kakeknya tercantum teman nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam - , di mana ma’an mengatakan kalau bapaknya ialah yazid sempat keluarkan sebagian dinar buat niatan sedekah. bapaknya meletakkan duit tersebut di sisi seorang yang terdapat di masjid (artinya: bapaknya mewakilkan sedekah tadi para orang yang terdapat di masjid, - pen). lalu ma’an juga mengambil duit tadi, kemudian dia menemui bapaknya dengan bawa duit dinar tersebut. setelah itu bapak ma’an (yazid) mengatakan, “sedekah itu sesungguhnya bukan kutujukan padamu. ” ma’an juga mengadukan permasalahan tersebut kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. kemudian dia shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَكَ مَا نَوَيْتَ يَا يَزِيدُ ، وَلَكَ مَا أَخَذْتَ يَا مَعْنُ
“engkau dapati apa yang engkau niatkan wahai yazid. sebaliknya, wahai ma’an, engkau boleh mengambil apa yang engkau dapati. ” (hr. bukhari nomor. 1422)
dari hadits ini, ibnu hajar al - asqalani mengatakan, “orang yang bersedekah hendak dicatat pahala setimpal yang dia niatkan baik yang dia beri sedekah secara lahiriyah pantas menerimanya ataukah tidak. ” (fath al - bari, 3: 292)
perihal di atas setimpal pula dengan hadits umar, rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى
“dan tiap orang hendak memperoleh apa yang dia niatkan. ” (hr. bukhari nomor. 1 dan juga muslim nomor. 1907)
misal, terdapat pengemis yang mengetok pintu rumah kita, apakah kita memberinya sedekah ataukah tidak? sementara itu terlihat secara lahiriyah, ia miskin. jawabannya, senantiasa diberi.
bahwa juga kita galat karna di balik itu, dapat jadi dia merupakan orang yang kaya raya, senantiasa allah catat hasrat kita buat bersedekah. sebaliknya dia memperoleh dosa karna menggunakan harta yang sesungguhnya tidak pantas dia terima.
begitu pula bahwa terdapat yang menawarkan proposal pembangunan masjid. secara lahiriyah ataupun zhahir yang terlihat, kita ketahui yang sodorkan proposal benar betul - betul perlu.
kemudian kita bagikan dorongan. gimana bahwa dana yang diserahkan disalahgunakan? apakah kita senantiasa mampu pahala? jawabannya, kita memperoleh pahala setimpal niatan baik kita. sebaliknya yang menyalahgunakan, dialah yang memperoleh dosa.
subhanallah… mulia sekali syariat islam ini.
jangan manjakan pengemis dan juga pengamen jalanan
kami cuma nasehatkan jangan manjakan pengemis terlebih pengemis yang malas bekerja serupa yang berposisi di pinggiran jalur. terlebih dengan mengamen, melantunkan nyanyian musik yang haram buat didengar.
mayoritas mereka malah tidak jelas agamanya, shalat pula tidak. begitu pula sedikit yang ingin atensi pada puasa ramadhan yang harus.
carilah orang yang shalih yang lebih berhak buat diberi, ialah orang yang miskin yang sudah berupaya bekerja tetapi tidak memperoleh pemasukan yang memadai kebutuhan keluarganya.
dari abu hurairah, dia mengatakan, nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْمِسْكِينُ الَّذِى تَرُدُّهُ الأُكْلَةُ وَالأُكْلَتَانِ ، وَلَكِنِ الْمِسْكِينُ الَّذِى لَيْسَ لَهُ غِنًى وَيَسْتَحْيِى أَوْ لاَ يَسْأَلُ النَّاسَ إِلْحَافًا
“namanya miskin tidaklah orang yang tidak menolak satu ataupun 2 suap santapan. hendak namun miskin merupakan orang yang tidak memiliki kecukupan, lalu dia juga malu ataupun tidak memohon dengan trik menekan. ” (hr. bukhari nomor. 1476)
wallahu waliyyut taufiq. cuma allah yang berikan taufik.
penulis: muhammad abduh tuasikal
( sumber: rumaysho. com )
Memberi Sedekah ke Pengemis yang Pura-pura Miskin, Ini Hukum dan Penjelasannya?
4/
5
Oleh
Unknown